Monday, January 8, 2007

The Archeology of Knowledge (Arkeologi Pengetahuan)

(diadopsi dengan penyesuaian dari Berebut Kiri; Pergulatan Marxisme Awal di Indonesia 1912-1926, Karya Zainul Munasichin, LKiS)

Arkeologi Pengetahuan adalah salah satu model pendekatan untuk menganalisis sejarah. Pendekatan ini diambil dari konsepsi Michel Foucault dalam bukunya, The Archeology of Knowledge. Di Indonesia, pendekatan ini masih jarang digunakan dan baru dijumpai satu orang, yaitu Ahmad Baso, dalam Civil Society Versus Masyarakat Madani; Arkeologi Pemikiran Civil Society dalam Islam Indonesia.

Secara garis besar, pendekatan sejarah Arkeologi Pengetahuan menitikberatkan pada aspek diskontinuitas peristiwa sejarah yang dikaji. Berbeda dengan pendekatan sosiologi pengetahuan yang berambisi selalu ingin memperlihatkan antara pemikiran dan realitas sosial, pendekatan ini justru sebaliknya. Fakta sejarah, baik dalam bentuknya yang berupa realitas sosial maupun produk pemikiran, ingin dilihat sebagai bagian-bagian yang terkadang terpisah, tetapi dalam beberapa hal menyatu.

Tidak heran bila dalam melihat peristiwa masa lampau, Foucult lebih memilih menggunakan terminologi "retakan", "ambang", "batas", "seri", dan "transformasi", dan bukan melihat peristiwa sejarah sebagai rangkaian fakta yang selalu "berpengaruh" dan membentuk sebuah gugusan "tradisi". Foucault juga menyebutkan empat perbedaan antara arkeologi pengetahuan dan sejarah pemikiran. Pertama, sejarah pemikiran lebih banyak berkonsentrasi pada penemuan pemikiran-pemikiran baru, termasuk pengaruh pemikiran terdahulu terhadap pemikiran sesudahnya. Kedua, Sejarah Pemikiran lebih berorientasi pada esensi atau substansi sebuah pemikiran daripada tingkat permukaannya. Sedangkan Arkeologi Pengetahuan mengungkapkan seluruh kontradiksi yang terdapat dalam setiap diskursus pemikiran, tidak memilah antara esensi dan permukaan. Ketiga, Sejarah Pemikiran lebih menganggap dua hal sebagai variabel sebab-akibat, sedangkan Arkeologi Pengetahuan mengkomparasikan, bukan mempengaruhkan antara satu dengan lainnya. Keempat, ketika esensi dua pemikiran dianggap sama, dalam Sejarah Pemikiran hal itu dapat dijustifikasi sama. Dengan demikian, perbedaan-perbedaan yang sebetulnya masih terdapat didalamnya seringkali ditutup-tutupi. Hal ini berbeda dengan Arkeologi Pengetahuan yang menampilkan perbedaan-perbedaan secara utuh. Adapun kesamaan-kesamaan yang mungkin juga ditemukan lebih dilihat sebagai bentuk transformasi dan bukan kesamaan.

Terminologi-terminologi yang digunakan Foucault dapat dipahami sebagai berikut. Yang disebut dengan "retakan" adalah konsepsi sejarah yang menunjukkan bahwa suatu peristiwa sejarah terbagi dalam kurun waktu yang berbeda-beda. Periodesasi sejarah tidak dilihat dalam konteks suatu kesatuan yang utuh. Dalam satu masa sejarah yang disebut periodik, terdapat "retakan" atau periodesasi yang, jika digali lebih dalam, mengandung unit-unit periodesasi yang tidak terhitung jumlahnya. Untuk istilah "ambang", Foucault mengatakan bahwa antarperistiwa-sejarah pada hal-hal tertentu saling berhubungan, tetapi batas kontinuitasnya tidak lebih sama dengan batas diskontinuitasnya. Adapun soal "batas", ia jelaskan sebagai terma analisis sejarah yang mengungkapkan kecenderungan umum dari satu masa sejarah, tetapi tetap tidak melupakan peluang terjadinya penyimpangan dari kecenderungan umum yang sedang berjalan.

Istilah "seri" dalam pandangan Foucault dimaknai sebagai sebuah rangkaian peristiwa masa lalu yang "retak", "berambang", sekaligus "berbatasan", tetapi masih dalam sebuah episode besar dari sejarah yang sedang berlangsung. Untuk menandai terjadinya pergeseran sekaligus perubahan sejarah, Foucault menawarkan terma "transformasi". Satu peristiwa sejarah di masa tertentu bisa jadi akan berlanjut pada peristiwa sejarah berikutnya, tetapi tidak akan pernah terulang sama persis seperti semula. Ada penggalan peristiwa sejarah maupun unit-unit gagasan tertentu yang tetap tertinggal di masa lalu, dan ada juga yang kemudia diadaptasi di masa berikutnya. Sebab pada dasarnya, tidak ada satupun momentum sejarah yang betul-betul secara totaliter mempengaruhi momentum sejarah yang lain, meskipun pada masa dan tempat yang sama.

Pendekatan Arkeologi Pengetahuan digunakan untuk melihat suatu sistem pemikiran, atau dalam istilah Foucault disebut formasi diskursif (lebih dikenal dengan "wacana"). Aplikasinya melewati tiga tahapan; positivitas, apriori historis, dan arsip. Positivitas dalam formasi diskursif adalah sebuah "lingkup komunikasi" antara pengarang-pengarang atau ilmuwan-ilmuwan pada masa itu, meskipun mereka tidak harus saling berbincang, baik secara fisik maupun nonfisik. Positivitas adalah tahapan analisis yang dipakai untuk melihat apakah terjadi komunikasi/sinkronisasi pemikiran antara para tokoh di suatu negara/wilayah dengan tokoh di wilayah lainnya. Tolok ukurnya dapat melalui apriori historis yang terdapat dalam setiap penyataan para pemikir-pemikir tersebut. Misalnya apakah apriori historis yang berada dalam nalar pikir dan nalar gerak pemikir Indonesia sama dengan yang dipikirkan tokoh lain di dunia dalam suatu fase sejarah yang sama.

Medium yang digunakan untuk melihat positivitas tersebut adalah "arsip". Sebab, arsip merupakan sistem pernyataan yang dihasilkan dari apriori historis masing-masing orang yang saat itu ambil peranan dalam sejarah, sekecil apapun. Dalam terma Foucaultian, arsip seringkali disebut sebagai sistem pembentukan dan transformasi pernyataan-pernyataan. Maka pendekatan Arkeologi Pengetahuan akan menitikberatkan pada studi dan analisis pernyataan. Sedangkan peristiwa faktual historis ditempatkan sebagai pembanding terhadap pernyataan yang muncul, apakah sesuai atau tidak. Sebab, menurut Foucault, setiap pernyataan yang sudah berbentuk arsip merupakan fenomena otonom yang didalamnya sudah terkandung realitas sosial pada saat arsip itu dilahirkan.

Jadi, sebagai sebuah model analisa sejarah, Arkeologi Pengetahuan lebih "menghargai" setiap pemikiran yang lahir dalam setiap fase sejarah. Model ini tidak hanya melihat sebuah periode sejarah sebagai bagian dari keseluruhan masa, tapi periode sejarah sebagai kesatuan dari pemikiran-pemikiran yang lahir beserta seluruh dinamika yang terjadi dalam fase itu.

3 comments:

infogue said...

Artikel di blog Anda bagus-bagus. Agar lebih bermanfaat lagi, Anda bisa lebih mempromosikan dan mempopulerkan artikel Anda di infoGue.com ke semua pembaca di seluruh Indonesia. Telah tersedia plugin / widget kirim artikel & vote yang ter-integrasi dengan instalasi mudah & singkat. Salam Blogger!
http://www.infogue.com
http://arkeologi.infogue.com/the_archeology_of_knowledge_arkeologi_pengetahuan_

Unknown said...

Sederhana Dan mudah dipahami.

Unknown said...

Bahasanya sangat sederhana. Keren (y)